Powered By Blogger

Sunday, October 19, 2014

TERBODOHKAN OLEH PERASAAN

TERBODOHKAN OLEH PERASAAN
 Makin banyaknya pengguna facebook khususnya kita mudah untuk melihat aktifitas para pengguna. Baik yang dikenal secara langsung atau sekadar di dunia maya. Banyak kegiatan dari pengguna yang bisa meresahkan sehingga mincul konflik sesama pengguna.

Beberapa tahun lalu saat saya menerima tawaran menyanyi di orang hajatan menikah di Singapura dan panggilan dari PH untuk audisi syuting FTV di Jakarta belum ramai pengguna facebook yang terbodohkan oleh perasaan yang mungkin tidak suka atau justri iri. Namun tidak saya ekspresikan di sosmed karena pada tahun itu belum ramai yang memiliki sikap saling sikut ketenaran dan kebenaran.

Pekerjaan apa pun yang ditulis di keterangan facebook misalnya; Director, Modelling, Owner, dll bukan suatu dosa sehingga orang lain memasalahkan apa yang ditulis oleh si pengguna. Pasti si pengguna facebook sudah paham akan posisinya berada. Misalnya dulu saya menyebutkan direktis apakah itu suatu tindak kejahatan yang menipu orang? Tentu saja bagi orang-orang yang tidak suka lain pula tanggapannya.

Jangankan merasa senang melihat aktifitas orang atau teman-teman di sekitar lingkungan kita tinggal mengucapkankan kalimat ‘selamat’ saja seperti terpaksa. Pernah suatu hari saya menuliskan kalimat yang tidak setuju dengan adanya sikap orang bisa ditentukan lewat kalimat yang ditulisnya. Jelas saya menolak hal demikian karena tidak masuk logika 100% bagaimana kita tahu sifat seseorang di balik maya, sedangkan skenario nyata kita tidak mengetahuinya.

Jadi prosesnya pada hati masing-masing. Memiliki jiwa baik, mau tampil baik, atau memang sudah baik dari sananya kita tidak akan pernah tahu. Jika kita bisa memanfaatkan sosmed dengan baik pasti banyak manfaatnya.

[] 

Wednesday, August 14, 2013

Keputusan-Nya

Keputusan-Nya
Oleh: Anung D’Lizta
                Empat hari terakhir sebelum ramadhan berlalu. Seperti harapanku—majikan akan mengajak untuk berbuka bersama. Biasanya majikan mengajakku berbuka di daerah Geylang—lalu berbelanja baju raya baru. Namun hari sabtu itu—dugaanku meleset. Majikanku mengajak berbuka puasa di Pagi Sore restoran. Cukup senang tapi ada rasa was-was. Karena majikanku sedang sakit; batuk.
Setelah selesai berbuka—majikanku akhirnya membawaku ke daerah Paya Lebar—pasar malam. Di pasar malam—cukup membingungkan mencari stall temanku yang jualan baju. Setelah muter-muter mencari kedainya yang tidak ketemu juga, akhirnya mataku menangkap baju kebaya yang indah menurutku. Akhirnya aku tunjukan ke majikanku dan membelinya.
Sedang mencoba kebaya itu, tiba-tiba aku dikagetkan dengan kehadiran temanku yang berjualan baju. Setelah membayar kebaya itu—akupun mampir ke stall-nya dan membeli kerudung. Majikanku juga membeli brosh cantik. Temanku yang berjualan itu sampai memuji majikanku.
“Majikanmu baik sekali yah …”
“Ya iyalah, kalau nggak baik, nggak mungkin aku bertahan selama dua belas tahun.”
Belum selesai dengan mutar-mutar di pasar malam, aku dan majikan mampir ke stall penjual brosh. Aku sempat tercengang dengan harganya yang menurutku mahal sekali. Dan kembali majikanku memilihkan brosh warna ungu kesukaanku; seharga $15. Terimakasih ya Allah, dengan keberkahan di bulan ramadhan-Mu.
Hanya tinggal beberapa hari lagi, aku akan merasakan baju baru untuk lebaran. Aku pun kian semangat dalam menjalani hari-hari terakhir di bulan ramadhan. Walau sebenarnya hatiku sedang bingung menantikan uangku kembali yang dipinjam oleh seorang penyair—yang jumlahnya tidak sedikit.
                                                             ~**~
Syukur Alhamdulillah, hari-hari bisa kulalui dengan kebingungan hati. Aku merasa puasaku di tahun ini terasa hambar. Bahkan aku merasa kurang mendapatkan pahala. Tapi aku tetap berprasangka baik kepada Allah sehingga aku masih bisa merayakan hari lebaran di usiaku yang sudah dua puluh tujuh tahun. Masih dengan suasana lebaran seperti tahun-tahun sebelumnya; sendiri di rantauan. Itu berarti, aku sudah merayakan lebaran ke dua belas tahun di negeri Singapura. Dengan satu majikan yang sama namun pemandangan yang berbeda.
                Pagi itu di suasana takbir yang membuat mataku menahan buliran air mata. Bayangkan saja, sudah hampir satu jam aku menunggu taksi untuk ke KBRI Singapura—melaksanakan salat idul fitri tapi tidak ada satupun taksi yang mau mengangkut diriku. Aku berdiri lelah sambil berdoa kepada Allah SWT.
“Ya Allah, hadirkanlah taksi untuk menuju rumah-Mu dan melaksanakan salat idul fitri.’’  Saat air mataku hampir tumpah, karena sudah pukul delapan, ada satu taksi yang berhenti. Lalu supir taksi berbangsa China itu bertanya.
“Mau ke mana?’’
“Ke Indonesia Embessy …”
“Oh, sorry … nggak bisa.”
Kakiku lemas seketika. Kalau setengah jam lagi aku tidak sampai di KBRI itu berarti aku tidak bisa melaksanakan salat idul fitri. Aku pasrahkan saja pada keputusan Allah SWT karena Dia lebih tahu hatiku saat itu.
Tiba-tiba kudengar suara memanggilku.
“Dik, Adik, oklah saya antar kamu ke embassy, lebaran begini susah untuk mendapatkan taksi.’’
Hatiku berjingkrak-jingkrak senang sekali. Supir taksi itu kembali untuk mengantarkanku. Akhirnya, aku bisa tersenyum dan mengucapkan syukur terimakasih kepada Allah SWT atas keputusan-Nya, telah  membolehkanku salat idul fitri. Aku juga berdoa semoga supir taksi berwarga China itu mendapatkan berkah.
                                                                          ~**~
                Setelah khusyuk kumelaksanakan salat idul fitri—aku salami sesama jamaah perempuan. Saling menabur maaf-maafan. Jauh dari saudara di kampung tidak menyurutkan kebahagiaan di hari raya. Hidangan yang tersaji juga sudah mengobati rasa kangen suasana hidangan di kampung.
                Bersalaman dan berfoto bersama Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura, Bapak Andri Hadi bersama jajarannya, bersama teman-teman serantauan sampai matahari mulai meninggi. Kebahagiaan yang menyejukkan hati.
                Kulanjutkan langkah kaki untuk menuju ke Botanic Garden setelah dari KBRI. Menunggu taksi lagi yang antriannya panjang sekali. Sandal tinggi kira-kira 10cm membuat kakiku kecapean. Lemas dan sakit berdiri. Namun aku paham, setelah sampai di sana—pasti akan kudapatkan tawa canda penuh keriangan dengan grup Bidadari.
                Namun yang paling sebal adalah dengan ulah dua temanku. Bilangnya sedang on the way tapi nyatanya masih far on the way. Taksi sudah sampai mengantarkanku pada Botanic Garden tapi dua orang itu entah masih berada di mana?
                Sambil menunggu mereka berdua, aku bersama temanku, Meikhan dan Dara, mengambil foto-foto sambil menunggu jenuh dalam penantian yang super lama. Hari itu, hanyalah kebahagiaan yang ingin kurasakan. Meski ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman.
                Proses panjang menunggu mereka, hampir satu jam lebih—membosankan bukan kalau menunggu? Kebosanan itu terobati setelah kedua orang itu muncul di tengah suasana lebaran. Di bawah pohon besar—kami saling silahturahmi dan menikmati hidangan ala kadarnya. Ada pecel, sayur asem, lontong, sayur kering dan kerupuk. Yang sayangnya, sambal terasinya ketinggalan di rumah.
                Somplak bin edan, itulah yang kerap mejuluki kami. Aku, Elyana, Yuni dan Meikhan. Cukup untukku mengerti, bahwa tidak perlu banyak teman untuk mendapatkan kebahagiaan. Persahabatan itu cukup seperti adanya bukan ada apanya. Saling mengerti dan memahami. Karena itulah kunci persahabatan yang indah.
                Senja semakin membingkai di langit tua. Elyana dan temannya—melanjutkan hari lebarannya dengan teman lainnya dibeda lokasi. Sementara Meikhan dengan pujaan hatinya. Yuni dan suaminya—berkunjung ke rumah majikanku.
                Di kamar tempatku merebahkan punggungku kami ngobrol dan bercerita tentang hari depan. Merayakan hari pernikahan yang kedua di Singapura—Yuni dan suaminya; membuatku iri dengan kemesraan mereka.
                Berkah dan penuh harapan baru di tahun lebaran ini. Malam itu juga sebelum aku tidur—majikanku memberikanku amplop merah berisi koin $1 baru Singapura. Aku masih menyimpannya karena sayang untuk kugunakan. Maklumlah masih keluaran uang baru.
                “Mum, why all new coin …?’’
                “Hahh, why?” sambil tersenyum majikanku.
                “So sayang lahh, to use it …”
                “Keep one only,  can what …’’
                Dan entahlah, aku akan tega menggunakan uang itu atau tidak. Sampai sekarang masih kusimpan dalam amplop merah.
                Terimakasih yah Allah, atas karunia-Mu. Walau aku hanya bisa lebaran dengan Mama lewat jaringan telepon tapi aku senang karena Mama, baik-baik saja di gubuk tua; sendiri.
                “Ma, mohon maaf lahir batin. Maafkan anakmu yang banyak salah ini. Insya Allah—lebaran di tahun berikut-berikutnya, kita bisa merayakan bersama.”
                Tak mampu kuberlama-lama mengobrol dengan Mama. Air mataku pasti akan tumpah. Ya Allah, jagalah Mama di sana, berikan kesehatan dan rezeki yang halal. Aamiin Ya Rabbi.
                Untuk grup Bidadari—sukses mengepak ke angkasa luas. Teruslah kompak walau kita kadang somplak dan koplak. Jalinan persahabatan kita semoga kekal selamanya.
                                                                                ~**~

“Tulisan ini diikutkan dalam TjeritaHari Raya yang diselenggarakan oleh @leutikaprio.” 

Thursday, December 1, 2011

PUISI PUTARAN 1 on Sept 6, 2011

Puisi 1

Choirul Rahmat

PUISI ANA (PENYULAM KATA? ACHiMINTEMO)

HIRUKA!

emonosoki tototototototototototototototo

tototototototo.........!

antah barantahlah.........!

usangkan saja tulisan ini!

aku tak akan marah! tak akan kutelan kau!

biarkan saja! asal kau tak berlumut! mengakar!

kau mahu melotot?

silahkan! aku muak dengn caci makimu!

WISIMO etotototototototototototototot

otototototo......!

ACHIMINTEMO!

hualah halah halah!

aku memang mengakar diantara sekat-sekat pohon dusta itu!

aku memang pemakan kelelawar-kelelawar bringas itu!

aku bahkan bisa menelanmu!

tapi aku tak mahu!

bianglah!

tanduk tanduk tanduk!

tundak tundak tundak!

serapah seripih serupuh!

lontarkan saja sesukamu!

aku penyulam kata memang!

tak berpintu apalagi jendela!

aku memang penyulam kata mister!

atau!

kau mahu kusulam?

Choirul Rahmat

6 Oktober 2011

memang kusengaja memajukan waktu

kau mahu apa?

Puisi 2

Sherlly 'Ken Anaqah Hamidah

PEMBUNUH MIMPI

Tidakkah kau tahu bahwa dengan sekejap saja diriku marah

Diriku akan melambaikan api permusuhan pada pembunuh mimpi

Proses adalah pembelajaran dan pembelajaran adalah sebuah perahan bingkai darah

Darah wujud dari merahnya semangat untuk terus berusaha mengenali diri

Detik-detik sang pujangga menjadi pencinta selalu tajam

Penuh dengan untaian cobaan untuk menjadi besar

Tidak berusaha menunjukka ke AKU an yang mengujam

Tidak juga berusaha jadi sang idola dunia yang luasnya tak begitu lebar

Hei pembunuh mimpi kemarilah

Kutantang kau menghitung anugrah cinta pada dirimu

Teruslah jadi apa dirimu sekarang dalam seringai iblis atau apalah

Ini amarah bagimu

puisi balasan untuk puisi Sherlly 'Ken Anaqah Hamidah

Anung D'Lizta

SEpanjang apa tongkat kau mengarah

Seluas apa biasan yang bentangkan

Semua hanya naluri kabut mimpi

Namun sayangnya aku tak akan mati

Semangatku terus memerah

Bagai laskar memburu pelangi

Hilang dalam pelukan

Bukan berakhirnya sebuah mimpi

Sherlly 'Ken Anaqah Hamidah

Untaian regukan sang laskar pemburu mimpi sangatlah pelik

iringan cacian bagaikan campuk semangat

walau bulir-bulir air mata selalu mendelik

namun sang laskar pemburu mimpi tak pernah berhenti memahat hentakan syair yang tersirat

Endeh Kursiyah

Kelukah lidahmu?

Balas aku dengan hatimu yang santun

Kalau hati sudah ciut Hanya busungkan dada tak berucap

Sampaikan lewat kata Pun kau tak mampu

Sherlly 'Ken Anaqah Hamidah

Gertakan sang pembunuh mimpi membangunkan diri

Jiwa-jiwa sang pujangga jiwa merekah bebas

Kini busungan dada sang pecundang menciut bak racun bunuh diri

kemarilah akan kupeluk dirimu dan buaian dunia yang luas

Puisi 3

Muhammad Asqalani Eneste

‎[Ah]

tak tanggung kutanggung resah,buncah/buncah hendak tumpah,

s

a

y

a

n

g kamarku belum ada rumah.

kapan yea?

bertanya pada benak dan denah

catatanhatike-C-Qan 060811 19.29

Puisi 4

Ghara Xie Shellyanti

Egokah Aku Sayangku

By: Shelly yanti

Egokah aku sayangku?

Galau ini terasa membunuh jiwaku

Oh sayang maafkan aku

Ku tlah lukai hati dan perasaanmu

Aku tak bisa tepis emosiku

Hingga kata itu terlepas dari bibirku

Aku tahu hatimu sakit

Ku ingin menebus semua andai ku bisa

Untuk menghapus rasa sakit hatimu

Sayang, maafkan aku

Aku janji tidak akan mengulangi

Yakinlah akan janjiku kali ini

Aku sungguh menyesal karenanya

Namun satu aku minta darimu

Genggam terus cinta kita

Ku ingin kita selamanya bersama

Untuk membina dan mewujudkan jalinan hati kita berdua

Puisi balasan untuk Ghara Xie Shellyanti

Anung D'Lizta

Mengapa sayang

Aku kadang lelah dengan egomu yang menang sendiri

Tapi jika aku diam

Kau sibuk mencariku

Aku sakit sayang

Jangan kau ulangi lagi

Biarlah hari yang tlah lalu

Menjadi jembatan cinta kita

Aku sayang padamu

WAlau sakit hati ini karena kenakalnamu

Pusi 5

Endeh Kursiyah

Bismillah

Dengan ini aku ucap

Setiap kata

Setiap ku buat

Aku mau tak ada lara

Tak ada resah jiwa melanda

Karena ucapku

Janji ku mau tak ada lara

Jaga lisan ini dari perkara

Bismillah

Hamba meminta

Jagalah hati hamba

Jagalah lisan hamba

Pepatah kata

Lisan lebih tajam dari pedang

Tingkah polah buatlah beradab

Malu kumau sebagai perisai

Dan kumohon Tuhanku

Jagalah tingkah ini dari perkara pula

Semoga amal dan ibadah ini selalu mendapat Ridho-Mu jua

Amin

Pusi balasan untuk Endeh Kursiyah

Sherlly 'Ken Anaqah Hamidah

Hei lidah betapa lenturnya konturmu

Sungguh kau tercipta untuk selalu lentur

Betapa lenturnya hingga kau mudah mendayukan kata lugu nan pilu

Detakan jantungku memaksamu diam saja jika memecut api guntur

Kugertakan berhenti!

kemercak kalimat amarah namun menyanjung kuucapkan

kemarilah sayang jaga lidahmu yang cantik penuh simpati

sesekali pujian membuatmu jadi besar kepala namun kali ini aku akan memelukmu dengan kasih dan belaian

Sayang Allah tidak tidur

dia kan selalu menyayangimu dengan jalan cobaan pujian

jangan terlena n terus mengelindur

tetaplah bersyukur sayang aku akan mengingatkanmu dalam sebuah buaian

Puisi 6

Ghara Xie Shellyanti

Kupu Kupu Kertas

By: Shelly yanti

K upu kupu kertas

U kiranmu indah sederhana memikat mata

P arasmu cantik secantik lembut lakumu

U ntuk itu hatiku mengagumimu

K upu kupu kertas

U gkapkan kesederhanaan lakumu

P utri biru permata hatiku kini

U ntukku kau hinggap dalam sarang maduku

K upu kupu kertas

E ngkau kini bertahta di hatiku

R asa ini ltah terpatri padamu

T anpamu tak bisa ku bayangkan hariku

A ku terlanjur tenggelam dalam telaga cintamu

S ederhana tetapi indah seindah taman bunga di syurga

Puisi 7

Siti Yenia

Penantianku

Senja itu langit semburat merah

Dan anginpun menerpa kesegala arah

Meniup tutup hati yang pernah berdarah

Menguak memory yang membuat hati gundah...

Semilir anginmulai dingin terasa

Pertanda malam akan segera tiba

Kuberanjak pergi dengan kecewa...

Ternyata penantianku sia sia belaka..

Kepergianmu menoreh kan luka, yang sampai kini masih menganga

Entah sampai kapan ku harus tanggung derita

Karena hatimu yang tak bertimbang rasa

Ingin ku teriak dan bertanya..........

Pernahkah kau merasa bersalah dan berdosa?

Ternyata penantianku hanya senda dan gurau buatmu

Balasan puisi untuk Siti Yenia

Sherlly 'Ken Anaqah Hamidah

Lambaian rindu kesia-sia menyapa

Renungan duka kecewa kini menuliskan kata mengapa

Tak pernahkah kau memikirkan hatiku walau sekejap

Runai waktu yang kuhabiskan untuk mencintaimu hanyalah kekosongan yang akan lenyap

Yulyanah Rustiawan

Tiada upaya menanggung derita,

hingga terasa sesak di dada

kehampaan dalam jiwa kian menyiksa

hanya senyummu sebagai penawar luka.

Wahai sang pujangga

hadirkanlah obat pelipur lara

agar tiada derita,duka dan nestapa.

Hanya senyummu yang ku damba

hingga hilang resah di dada

kerinduan yang bersahaja,penantian yang menyiksa

ku harap menghadirkan bahagia di akhir cerita

Putra Aryant

sejuta harapan mengikat hati

Disaat langkah menuju ke depan

Asa menggebu ingin meraihnya

Disaat goyah sebuah impian

membuat dunia seperti berhenti

Kini mencoba bertahan

saat diri berdiri sendiri

Tanpa adanya kawan di sisiku

Aku selalu berkata

Aku mampu meraihnya.